Senin, 07 Maret 2011

Resensi Percy Jackson The Last Olympian


Hubungan Baik, Dimanapun (Bahkan di dunia para Dewa sekalipun) itu sangat dibutuhkan

Judul Buku       : Percy Jackson and The Olympians- The Last Olympian
Pengarang       : Rick Riordan
Penerbit          : Hikmah
Tahun Terbit   : 2010
Tempat Terbit : Jakarta
Tebal               : 454 halaman
           
            Rick Russel ‘Rick’ Riordan, Jr., pengarang yang dilahirkan di San Antonio, Texas, pada 5 Juni 1964 ini membawa banyak pengaruh masa lalunya dalam novel ini. Pasalnya nih, pekerjaannya sebelum menekuni dunia tulis menulis adalah seorang guru sejarah di sekolah menengah negeri dan swasta di San Fransisco dan Texas, selama 15 tahun. So, pengetahuan sejarahnya ini dituangkannya ke dalam buku-buku yang ditulisnya, termasuk di Novel Percy Jackson and The Olympians series. Riordan juga membawa daerah-daerah asalnya di wilayah United States sebagai latar dalam novelnya. Sebut saja, Manhattan sebuah kota  real estate di New York, sungai Hudson, Gedung Empire State New York, dan masih banyak lagi tempat yang digambarkan sangat asli oleh Riordan.
            Di balik munculnya Novel Percy Jackson and The Olympians series ini, anak pertama Riordan, Haley, memegang peranan penting. Setiap malam sebelum tidur, ia meminta ayahnya menceritakan kisah sebelum tidur. Riordan pun dengan memanfaatkan pengetahuan plus imajinasinya, mengarang kisah berdasarkan mitologi Yunani  tentang seorang anak Dewa dan manusia bernama Percy Jackson yang menderita disleksia dan ADHD (Antention Deficit Hiperactivity Disorder), penyakit sama yang juga diderita Haley.
            Novel Percy Jackson and The Olympians series ini telah mendapat banyak penghargaan bergengsi, antara lain Mark Twain Award tahun 2008, USA Today Best Seller, Wallstreet Journal Best Seller, dan masih banyak lagi. Sedikit banyak itu membuktikan novel ini disukai oleh pembaca, dan itulah hal yang memberi semangat pada diri Riordan. Seri kelima dari lima seri Percy Jackson and The Olympians ini mengisahkan tentang perjuangan Percy Jackson dan seluruh blasteran (sebutan untuk anak keturunan Dewa dan manusia), serta Dewa-Dewi Olympia untuk mempertahankan Olympus, isatana para Dewa, dari invasi habis-habisan yang dimotori oleh sang Penguasa Titan dan sekutunya.
            Novel ini diawali dengan aksi meledakkan kapal Putri Andromeda, markas besar Kronos, sang Penguasa Titan, oleh Percy Jackson dibantu konselor senior untuk pondok Hephaestus, Charles Beckendorf. Putri Andromeda  berisi berbagai makhluk aneh mitologi Yunani, seperti para wanita ular Dracaena, anjing neraka, raksasa, telekhine sejenis monster anjing laut humanoid, dan lain-lain. Dengan Riptide, perunggu langit mematikan sepanjang 90 sentimeter, bersusah payah Percy Jackson menghancurkan musuh-musuhnya. Maka ketika Beckendorf mengaktifkan detonator peledak api Yunani, meledaklah putri Andromeda, namun hal itu terpaksa merenggut nyawa Beckendorf. Peledakan Putri Andromeda, walaupun tentunya tidak benar-benar melumpuhkan kekuatan para Titan, setidaknya dapat memperlambat gerakan musuh menuju Manhattan, tempat gunung Olympus berada di lantai 600 gedung Empire State, dan sekaligus memberi Percy Jackson dan kawan-kawan tambahan waktu.
            Berawal dari hal tersebut, dimulailah konflik dalam novel ini. Di satu sisi, Kronos dan para Titan sekutu telah memulai aksinya menyerang Olympus dengan  kekuatan penuh. Namun, di sisi lain, kekuatan Dewa-Dewi Olympia tak mampu membendung serangan musuh alih-alih membuat pertempuran seimbang. Kerajaan Poseidon, Dewa Penguasa Laut yang  juga ayah Percy Jackson , mendapat  serangan membabi buta. Poseidon pun terus berada di lautan berusaha melawan para monster laut dan yang terkuat adalah Titan laut, Oceanus, untuk mempertahankan wilayahnya. Tanpa disadarinya, bahwa serangan ke kerajaannya itu hanyalah strategi licik Kronos.
            Sementara itu, Olympus target utama invasi, berada dalam keadaan yang buruk. Para Titan sekutu Kronos menyerang melalui udara. Namun, hal itu dapat diatasi setidaknya untuk sementara, oleh Dewa Angin, Aleolus, yang mengerahkan seluruh pasukan terhebatnya untuk meredam serangan udara. Sehingga tak satupun, kecuali para Dewa, bisa mendekati Olympus dari udara. Jadi, Kronos dan pasukannya harus melewati kota Manhattan dan naik lift ke lantai 600 di Gedung Empire State untuk sampai ke Olympus.
            Percy Jackson memimpin para blasteran lainnya mempertahankan Manhattan dari serbuan pasukan Kronos tanpa pertolongan para Dewa, sebab para Dewa toh sudah dibuat sangat sibuk oleh serangan udara musuh. Mereka berjuang mati-matian.  Kronos pun tak ingin membuang-buang waktu mengharapkan serangan udaranya berhasil, maka invasi ke kota pun dimulai. Sebelumnya, Titan mimpi, Morpheus, telah menidurkan seluruh isi Manhattan, sementara  Kronos memelankan waktu dan memutar arah sehingga tak satupun manusia fana yang dapat masuk ke Manhattan. Hal ini untuk mencegah korban dari manusia fana (hmmm, bukankah ini salah satu sisi baik Kronos?).
            Seluruh Dewa-Dewi Olympia berada di garis depan kerajaan Olympus, kecuali  Poseidon yang tengah bertempur di lautan, dan Hades, Dewa Kematian, yang tak mau menyibukkan diri dalam pertempuran melindungi Olympus , karena rasa sakit hatinya kepada Zeus. Jadi, bayangkan, saat Dewa-Dewi lain setengah mati bertempur, Hades tetap bergeming di wilayahnya di bawah tanah dalam perut Bumi. Inilah penyebabnya, mengapa kekuatan para Dewa mampu dikalahkan oleh para Titan? Betapa tidak, berkat strategi Kronos untuk menghindari perimbangan kekuatan, dua Dewa Olympia terhebat tidak berada di garis depan. Yang satu hanya sibuk mempertahankan wilayahnya sendiri, dan yang satu lagi tidak mau tahu apa yang terjadi di Olympus dan tetap tenang di wilayahnya.
            Manhattan dihancurkan. Manusia fana telah terbangun sepenuhnya, berlarian karena ngeri dengan pemandangan yang ada di hadapan mereka. Manusia fana hanya bisa melihat mobil-mobil bertabrakan, angin badai berputar ganas, dan pemandangan mengerikan lainnya,  tanpa melihat para Dewa dan  Titan, tentunya. Anggapan mereka bahwa inilah akhir dunia, kiamat. Para blasteran dengan sisa kekuatan mereka berusaha melawan kekuatan pasukan Titan yang tak ada habisnya. Saat genting seperti  itu, Percy Jackson kembali teringat ramalan tentang kematiannya sebelum menginjak 16 tahun, yang artinya tidak lama lagi. Kekuatannya bertambah dan berpikir pada akhirnya dia akan mati dan akan bagus kalau dia mati sebagai pahlawan. Namun, kekuatan musuh tentu saja tak sebanding dengan mereka. Akhirnya mereka dapat dipukul mundur dan semakin mendekati Gedung Empire State, tempat gunung Olympus berada.
            Lalu, bagaimana dengan nasib Percy Jackson, dkk? Nasib Dewa-Dewi Olympia? Nasib manusia fana? Dan terutama nasib dunia? Apakah ini akhir kekuasaan Dewa-Dewi Olympia?
            Cerita yang sangat mengesankan. Alur cerita yang penuh ketegangan di setiap bagiannya, membuat Anda akan takjub dan bertanya-tanya apa gerangan yang terjadi selanjutnya karena kelanjutan cerita yang tak mudah ditebak.
            Kemampuan pengarang memaparkan latar dengan sangat baik merupakan salah satu kekuatan novel ini. Latar yang digambarkan sangatlah deskriptif, membuat Anda ikut terhanyut membayangkan keadaan kota Manhattan yang terasa nyata seolah-olah Anda berada di sana dan menjadi bagian dari pertempuran itu. Dan tentang Gunung Olympus yang berada di lantai 600 Gedung Empire State, hal itu mungkin saja ada, dan memang semua tempat terasa nyata keberadaannya dalam novel ini. Disinilah letak kelihaian Riordan.
            Penokohan antara tokoh protagonis dan antagonis tidak jelas, dimana setiap tokoh digambarkan tidak ada yang benar-benar jahat dan benar-benar baik. Ini salah satu hal yang bagus dalam novel ini, membuat cerita mengalir dengan wajar, tak dibuat-buat. Bahkan Dewa pun digambarkan dengan tak sempurna, mereka pun layaknya manusia yang memiliki keinginan duniawi.
            Sudut pandang orang pertama tunggal yang berada di tokoh Percy Jackson, mampu mendukung keseluruhan cerita. Anda dapat mengetahui jalan pikiran seorang anak laki-laki usia hampir 16 tahun, yang terkadang serius, kadang  pula sesuka hatinya menilai sesuatu, layaknya anak seusianya yang masih labil. Sekali lagi, sangat natural.
            Novel ini sarat dengan amanat. Amanat yang jelas terlihat adalah rasa marah dan penuh kebencian, dapat menghancurkan segalanya, tidak hanya diri sendiri tapi juga orang di sekitar. Oleh karenanya, jangan pernah memberi kesempatan rasa buruk itu bersemayam dalam diri dan berusahalah jangan pernah memberi kesempatan orang lain merasakan rasa buruk itu. Maksudku, jika ada yang menjahatimu, lupakanlah. Berbuat baiklah pada setiap orang bahkan bila orang itu pernah menjahatimu. Masih banyak pesan moral  yang cerdas,  yang bisa dipetik setelah membaca novel ini. Hal itu dapat memberikan tambahan pelajaran hidup yang berharga tentunya.
Bila Anda sudah mulai membaca novel ini, Anda tidak dapat berhenti ditengahnya. Novel ini mampu membuat pembacanya tertarik hingga akhir cerita. Latar yang begitu jelas membuat Anda merasa berada di sana. Konflik yang penuh ketegangan  dan cerita yang sarat amanat, memberi kepuasan setelah membaca novel ini.
Novel ini menggabungkan mitologi Yunani dan cerita fiksi yang dikarang dengan setting waktu saat ini. Nilai plusnya adalah dengan membaca novel ini bisa memperluas wawasan mengenai mitologi Yunani yang bersejarah sekaligus menikmati ceritanya yang OKs banget. Komplit, kan? Dapat asyiknya, dapat ilmunya, dan dapat pesan moralnya. Ckckckck,, tidak perlu berpikir dua kali,, segeralah  membaca novel ini dan bersiaplah memasuki alam mitologi Yunani yang menegangkan.
***
Created by : Evie Noviana


           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar